
Sebanyak 48,83 persen atau 494 pembaca kumparan tidak yakin bisa kenali konten Artificial Intelligence (AI) di media sosial. Angka ini merupakan hasil polling yang diadakan pada 3-10 Juni 2025.
Total 1.055 responden menjawab polling ini. Mereka yang tidak yakin terdiri dari 35,83 persen atau 312 pembaca yang menjawab ragu-ragu, 9,1 persen atau 96 pembaca menjawab tidak yakin, sedangkan 1,9 persen lainnya atau 20 pembaca menjawab sangat tidak yakin.
Sementara itu, terdapat 53,17 persen atau 561 pembaca yakin bisa kenali konten AI di media sosial. Detailnya adalah sebanyak 23,6 persen atau 249 pembaca menjawab sangat yakin, sedangkan 29,67 persen atau 312 pembaca menjawab yakin.
Sebelumnya, sering ditemukan konten buatan Artificial Intelligence (AI) di media sosial yang dapat memicu disinformasi akhir-akhir ini. Terlebih lagi hadirnya teknologi AI deepfake yang memungkinkan pemalsuan sebuah video atau foto. Keberadaan deepfake membuat batas antara yang nyata dan yang palsu semakin kabur.
Video seseorang yang berbicara di depan kamera tak lagi bisa dijadikan jaminan kebenaran karena teknologi deepfake memungkinkan wajah, suara, dan ekspresi seseorang dipalsukan dengan sangat meyakinkan.

Deepfake layaknya pedang bermata dua. Di satu sisi, ia menawarkan inovasi dan manfaat melalui kecanggihan artificial intelligence (AI), membuka peluang besar dalam berbagai bidang seperti hiburan, pendidikan, dan riset. Namun, di sisi lain, deepfake juga membawa risiko dan ancaman yang dapat mengaburkan realitas, termasuk pencemaran nama baik.

Selain deepfake, AI generative seperti ChatGPT maupun Gemini juga dapat melakukan generate gambar maupun video. Misalnya, pengguna dapat memasukkan prompt "buatkan gambar suasana kebakaran besar di rumah (orang penting)" atau "buatkan gambar bergerak seorang penjual gorengan berbahan dasar bahan bangunan". Kemudian, hasil gambar dari prompt tersebut disebar ke media sosial yang dapat memicu disinformasi di masyarakat.
Dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang semakin canggih, produksi konten AI bisa dilakukan hampir semua orang dengan biaya yang relatif rendah.

Menanggapi masifnya penggunaan AI di Indonesia, Kemkomdigi akan meluncurkan Roadmap atau peta jalan AI pada bulan Juni ini. Roadmap ini diharapkan bisa diturunkan menjadi regulasi dalam penggunaan AI di Indonesia.
"Jadi mohon bersabar, Juni InsyaAllah roadmap-nya keluar, kemudian dari situ kita akan turunkan ke dalam bentuk regulasi AI," ujar Meutya Hafid, Menkomdigi, di sela acara peluncuran LLM Sahabat AI Model 70B di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, Senin (2/6).
Meutya mengatakan pihaknya masih berdiskusi dengan pemangku kepentingan untuk memastikan roadmap AI disusun secara komprehensif. Ia juga mengatakan diskusi tersebut sangat dinamis dengan masukan-masukan baru, mengingat teknologi AI terus bergerak setiap saat.
"Jadi kami sedang mendengarkan, memberikan waktu sedikit lagi untuk masukan-masukan dari para stakeholders untuk kemudian nanti membuat sebuah regulasi yang komprehensif," ujar Meutya.
Penulis: Muhammad Falah Nafis